Pendidikan di Indonesia dulu jadi kiblat Malaysia, kini terseok-seok

Kundur News

Pemerintah Indonesia dan pemerintah Malaysia bersepakat untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, utamanya setelah kunjungan Presiden Joko Widodo ke Malaysia pada 6 Februari lalu. Kedatangan Presiden Jokowi disambut oleh PM Malaysia Najib Tun Razak.

Pertemuan keduanya membahas berbagai isu, termasuk ekonomi, tenaga kerja, masalah perbatasan kelautan dan pendidikan. Kunjungan ini lantas ditindaklanjuti oleh Wakil Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Dato’ Hj Muhyidin Mohd Yassin yang bertandang ke Istana Wakil Presiden, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Rabu (8/4) kemarin.

Kedatangannya disambut oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla melalui jamuan makan siang. Dalam pertemuan tersebut, keduanya membahas langkah-langkah yang akan ditempuh untuk mewujudkan rencana yang sudah dibicarakan sebelumnya antara Presiden Joko Widodo dengan PM Najib Tun Razak.

Selain merancang langkah-langkah kerja sama di bidang investasi, perdagangan dan tenaga kerja, pembicaraan keduanya pun membahas langkah-langkah meningkatkan kerja sama di bidang pendidikan.

“Kita ingin bagaimana implementasi hubungan, bagaimana perdagangan, bagaimana investasi, trade dan implementasi dari pada masalah-masalah sosial seperti pendidikan, sekolah yang harus kita tingkatkan baik di sini atau di Malaysia, Sekolah Indonesia di Sabah, Sarawak kan,” ucap JK, Rabu (8/4).

Wakil Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Dato’ Hj Muhyidin Mohd Yassin menambahkan, kerja sama di bidang pendidikan dinilai penting untuk digarap oleh kedua negara karena Indonesia dan Malaysia merupakan negara serumpun. Tujuannya agar penduduk Indonesia, pun Malaysia saling memahami budaya serta latar belakang sejarah kedua negara tersebut.

“Kita juga putuskan kerja sama dalam bidang pendidikan. Saya sudah bicara dengan Pak Nasir dan Pak Anies. Kita supaya satu programnya kerja sama di tingkat universitas, research, bidang pembangunan pendidikan yang lain. Termasuk pertukaran pelajar supaya generasi muda dapat memahami budaya, latar belakang sejarah Indonesia dan Malaysia,” tutur Yassin.

Di bidang pendidikan, sebenarnya Indonesia dan Malaysia sudah lama menjalin kerja sama. Dulu, sekitar setengah abad lalu, pendidikan di Malaysia jauh tertinggal dibandingkan dengan Indonesia.

Indonesia banyak mengirim guru ke Negeri Jiran itu. Pengiriman guru terjadi pada era 19601970. Saat itu Malaysia kekurangan tenaga guru sementara Indonesia memiliki cukup banyak tenaga guru berkualitas.

Tak hanya itu, Malaysia bahkan mengirimkan putra-putri terbaiknya untuk berguru ke Indonesia. Namun seiring waktu, tampaknya keadaan berbalik. Malaysia belajar dari Indonesia mengenai pendidikan untuk kemudian mengembangkannya menjadi lebih baik. Pendidikan di Malaysia pun melesat. Sementara pendidikan Indonesia, yang pada dekade 1960-an hingga 1970-an menjadi acuan mereka, seolah jalan di tempat. Jauh tertinggal dari Malaysia.

Hal ini terlihat dari data QS University Rangking: Asia 2014 yang dirilis situs www.topuniversities.com pada 16 September 2014. Peringkat universitas-universitas Malaysia tercatat jauh berada di atas perguruan tinggi Indonesia.

Dalam daftar itu, Universitas Indonesia (UI) yang menjadi perguruan tinggi kebanggaan Indonesia, berada di posisi 72 Asia.

Peringkat itu jauh di bawah empat universitas asal Malaysia. Universiti Malaya (UM) berada di peringkat 32, Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) di peringkat 56, Universiti Sains Malaysia di posisi 57, dan Universiti Teknologi Malaysia pada urutan 66 Asia.

Tak hanya itu. Jika dulu banyak pemuda Malaysia yang belajar di Indonesia, kini sudah terbalik. Sekarang, banyak pemuda Indonesia yang berbondong-bondong ke Malaysia untuk belajar di universitas-universitas di sana.

Menurut Malaysia Education Promotion Centre (MEPC), tahun lalu saja ada 14 ribu mahasiswa asal Indonesia yang belajar di Malaysia. Sementara, hanya ada 6 ribu pelajar Malaysia yang menuntut ilmu di Indonesia.

Berdasarkan data Education for All Global Monitoring Report 2011, Education Development Index (EDI), yang dirilis UNESCO, kualitas pendidikan Indonesia berada pada posisi ke-69. Posisi itu kalah dari peringkat Malaysia yang berada di urutan ke-65 dan jauh tertinggal dari Brunei yang berada di posisi ke-34.

Mendapati kondisi pendidikan di Indonesia yang ‘jalan di tempat’, pemerintah tidak tinggal diam. Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Salah satunya adalah dengan mengalokasikan 20 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk sektor pendidikan.

Selain itu, pemerintah juga menerapkan program pendidikan wajib belajar sembilan tahun juga sudah diterapkan. Untuk mengejar ketinggalan, pemerintah juga semakin gencar memanfaatkan kemajuan teknologi di bidang pendidikan. Salah satunya dalam pelaksanaan ujian nasional tahun ini.

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan mengatakan, penerapan teknologi akan terus dikembangkan di sekolah-sekolah. Menteri Anies mengatakan, penerapan teknologi akan dilakukan dalam Ujian Nasional (UN) kali ini meski baru segelintir sekolah yang siap.

Menurut Anies, hanya sekitar 1 persen dari total sekolah yang ada di Indonesia siap untuk diujicoba melaksanakan UN berbasis komputer. Ke depan pemerintah akan terus mendorong peningkatan kualitas pendidikan, termasuk dari sisi penerapan teknologi.

“Ada 720 sekolah yang mengajukan UN berbasis komputer, bukan UN online ya. Setelah kami cek di lapangan kesiapan fasilitas, guru, siswa yang dinyatakan siap itu 585 sekolah. Jadi hanya di tempat yang dia siap sebagai uji coba itu kira-kira di bawah 1 persen. Dari 70 ribu lebih sekolah yang menggelar UN, itu enggak sampai 600 yang siap uji coba. Sistem ini akan dikembangkan ke depan supaya UN itu integritas lebih terjaga,” tutur Anies di Istana Wapres, Rabu (8/4).

 

 

merdeka.com

Previous articleCerita polisi narkoba, nyabu di pos hingga cekoki teman sampai OD
Next articleTunggu salinan putusan, KPK tak bisa jerat tersangka baru Century