Home Regional Bali Sulit Mau Bangga Jadi Petani Karena Nilai Tukar Petani Terus Menurun

Sulit Mau Bangga Jadi Petani Karena Nilai Tukar Petani Terus Menurun

0
Sulit Mau Bangga Jadi Petani Karena Nilai Tukar Petani Terus Menurun

Kundur News – Denpasar – Para pekerja pertanian sulit bangga menjalani profesinya sebagai petani. Apalagi nilai tukar petani cendrung menurun dari 112 menjadi 102, 65. Begitu juga nilai tukar pertanian cukup rendah hanya 2,6%.

Demikian ditegaskan Deputi Bidang Produksi dan Pemasaran, Kementrian Koperasi dan UMKM RI I Wayan Dipta saat menyampaikan materi: Seminar Nasional: peran Pemasaran Agrowisata, Ekonomi Kelembagaan, Dan Teknologi Pertanian dalam penguatan sektor pertanian di Kampus Universitas Udayana, Denpasar, Rabu (13/9).

Menurut Dipta, hidup sebagai petani di Indonesia tidak pernah senjahtera. Kerja di sektor pertanian tidak memberi manfaat kepada petani. Jadi, wajar jika lulusan IPB banyak yang kerja di sektor non pertanian seperti dikritik oleh Presiden Joko Widodo baru-baru ini.

Wayan Dipta menjelaskan untuk membangun kebanggaan petani perlu melakukan perubahan mendasar. Misalnya, pelibatan secara lebih intensif koperasi dalam pembangunan pertanian. Pemerintah bisa mencontoh keberhasilan Jepang dalam integrasi koperasi dengan pertanian dimana harga beras di Jepang mencapai Rp. 35.000/kg.

Begitu juga di Denmark, lanjutnya, 90% petani menjadi anggota koperasi. Keuntungan petani masuk koperasi, jelas Wayan Dipta, petani lebih mudah mengakses modal dari perbangkan dan mendapatkan fasilitas bunga lebih rendah.

Alumni IPB ini memaparkan keberhasilan koperasi di Sukabumin (Jabar), dan Desa Pelaga (Badung) sebagai bukti nyata kontribusi nyata koperasi mendorong peningkatan kesejahteraan petani. Di Sukabumi ada sebuah koperasi yang membeli gabah petani antara Rp. 4.100 – 4.500 per kg, gabah ini diprosesing, dipasarkan dengan manajemen modern. Dalam budidaya pun koperasi menggunakan IT, katanya, manajemen koperasi memantau keadaan lapangan. Jika ada kekeringan lalu dikasi pupuk dan air.

“Keinginan Presiden Joko Widodo bagaimana model pengelolaan pertanian dengan melibatkan koperasi dikembangkan, petani berkumpul dalam organisasi dalam jumlah besar dan lahan garapan luas, dan dikelola secara modern,” tandasnya.

Ditambahkan, Koperasi Merta Nadi di Desa Pelaga yang anggotanya para petani yang membudidayakan asparagus saat ini omsetnya mencapai Rp. 4,3 M, dimana setiap petani bisa meraup pendapatan Rp. 5.000.000 – 15.000.000 untuk sekitar 10 are areal kebun asparagusnya. Wayan Dipta menyatakan sangat prihatin karena pelibatan koperasi dalam pembangunan pertanian. Dari 152.708 koperasi di Indonesia hanya 13.533 atau 9% saja koperasi pertanian. Di Bali hanya ada 32 koperasi pertanian.

Dekan Fakultas Pertanian Unud Prof. Dr. Ir. I Nyoman Rai, MS membenarkan jadi petani di Indonesia memang sangat miskin. Kondisi ini disebabkan lemahnya koordinasi pada tingkat perencanaan, dan pelaksanaan. “70 % petani di Indonesia tergolong petani miskin,” katanya.

Ironisnya, tutur Prof. Rai, saat masa pemilu atau pilkada petani sebagai andalan mendulang suara bagi politisi mencapai kedudukan tertentu namun belum ada kebijakan pemimpin yang berpihak kepada petani. Seharusnya, tegas Prof.Rai, pertanian menjadi kebijakan umum pembangunan di Indonesia yang berbasis pada sumber daya lahan sehingga pertanian tetap menjadi soko guru pembangunan nasional.

Deputi Bidang Pengembangan dan Pemasaran Pariwisata Mancanegara Kemenpar RI Luar Negeri Prof. Dr. Ir. I Gde Pitana, M.Sc. menyatakan sektor pariwisata sering menjadi kambing hitam dalam diskusi tentang proses pembangunan.

“Pariwisata sering dicap merusak kebudayaan, menguntungkan orang luar, merusak lingkungan dan merugikan masyarakat local,” tegas Guru Besar Unud ini. Prof. Pitana menegaskan dikotomi pariwisata dan pertanian selayaknya mulai ditinggalkan, karena dua sektor ini bisa disinergikan.

Ada tiga peran pariwisata untuk mengangkat kinerja sektor pertanian meliputi pasar produk pertanian, pendapatan tambahan, dan konservasi areal pertanian. Konservasi, tegas Prof. Pitani, artinya perlindungan, pengembangan dan pemanfaatan.

Seminar yang diikuti sekitar 200 peserta juga mengghadirkan praktisi agrowisata Emanuel Frans Supriyanto dari Candido Agro Bali. Ketua Panitia HUT ke-50 FP Unud Dr. IGN Alit Susanta Wirya, SP., M.Agr. melaporkan kegiatan seminar nasional ini sebagai salah satu kegiatan ilmiah ulang tahun emas Fakultas Pertanian Unud.*