Makna Unik Sebuah Kata dalam Puisi Ajal Karya Ramon Damora

Wanda Monika Putri, Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Maritim Raja Ali Haji

Karya sastra bak luapan suara hasil aksara, menyampaikan pesan bermakna layaknya arti sebuah nama. Banyak sastrawan Riau dan Kepulauan Riau yang memiliki karya sangat indah dipandang mata dan didengar kedua telinga.

Ramon Damora salah satu sastrawan Riau yang Lahir di Muara Mahat (Kampar), Riau, 2 April 1978. Ia alumni MAN PK Koto Baru Padangpanjang (Sumbar) dan S1 ditamatkan di UIN Sultan Syarif Qasim, Pekanbaru. Sastrawan Ramon Damora dinobatkan sebagai penerima Anugerah Jembia Emas tahun 2020.

Sastra, terutama puisi, menjadi minat yang sangat ditekuninya. Sajak-sajaknya tersebar di media massa lokal dan nasional, meski puisi Ajal ditetapkan sebagai salah satu dari dua puisi Indonesia terbaik (bersama. 60 puisi penyair lain) pada tahun 2010. Makna yang terkandung setiap baitnya sulit untuk dipahami, banyak pesan tesirat yang tidak nampak dengan pengamatan selintas kedua mata. Jika pembaca tidak benar-benar mendalami makna nya, maka akan sulit untuk menikmati puisi tersebut.

Ajal

Dikaukah itu atau kabut yang menyisik ke sebalik lamun daun, sebab subuh hanya menuntun sembab embun

Dikaukah itu atau ingkar fajar pada beranda yang selalu setia menunggu kupu-kupu membawa tamu dan debar bunga

Dikaukah itu atau cemooh sepaling lilin di taklin mataku: bahkan sembahyang bebayang pun belum redakan dosa sepi

Dikaukah itu atau helai papirus, ranting mulberi, yang menulis tadarus para nabi rejah dari nafsu tergerus birahi

Dikaukah itu atau liang koklea yang mengubur lirih suara, sedang aku masih tertatih mendengar ajal membisikkan cinta

 

Puisi di atas merupakan salah satu karya dari penyair Ramon Damora.

Ada beberapa kata yang memilki makna unik, sepertinya Ramon sengaja menulisnya agar pembaca benar-benar harus memahami dulu baru bisa mengerti apa arti dari kata tersebut. Contoh dari kata yang terdapat dalam bait puisi tersebut adalah sebagai berikut.

Dikaukah itu atau helai papirus, ranting mulberi, yang menulis tadarus para nabi rejah dari nafsu tergerus birahi.

Kata papirus merupakan arti dari tanaman air yang dijadikan bahan untuk membuat kertas.

Kata mulberi berartikan buah yang warna nya beraneka ragam, rasanya hampir mirip dengan buah blueberry.

Dikaukah itu atau liang koklea yang mengubur lirih suara, sedang aku masih tertatih mendengar ajal membisikkan cinta

Koklea merupakan saluran yang berbetuk seperti siput, menganalogikan sebuah tempat yang sempit.

Puisi Ajal ditulis untuk menjadikan para pembaca lebih mendekatkan diri pada Tuhan. Karya sastra memang diciptakan untuk dinikmati dan dijadikan sebuah pelajaran.(*)

Oleh: Wanda Monika Putri
Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Universitas Maritim Raja Ali Haji

Previous articleMengusut Makna Pantun Empat Kerat yang Mendunia Karya Rendra Setyadiharja
Next articleHaul Akbar Syekh Syihabuddin Al-Banjari Berjalan Lancar