Pekanbaru – Suasana internal Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kembali memanas, menyusul pernyataan keras dari Arbi, Pengurus Harian DPW PPP Provinsi Riau, yang melontarkan kritik tajam kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PPP, Arwani Thomafi. Dalam pernyataan yang dirilis kepada media, Arbi menyebut Arwani dan kelompoknya sebagai figur yang tidak konsisten dalam menerapkan aturan partai, khususnya terkait Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART).

 

“Yang hari ini paling lantang bicara soal aturan partai, justru adalah orang-orang yang di masa lalu paling sering menabraknya,” ujar Arbi, Sabtu (28/6). “Aturan digunakan sebagai alat ketika menguntungkan, tapi diabaikan saat menghambat kepentingan mereka.”

 

Menurut Arbi, Arwani dan kelompoknya telah berkali-kali melanggar konstitusi partai demi kepentingan politik jangka pendek. Ia menuding Arwani hanya menjadikan AD/ART sebagai tameng untuk menyerang kelompok lain, namun mengabaikannya saat bertentangan dengan agenda politiknya sendiri.

 

Arbi menambahkan bahwa sikap ganda kelompok Arwani telah merusak tatanan demokrasi internal partai. “Ketika struktur dijalankan sesuai prosedur, mereka menuduhnya otoriter. Tapi saat mereka sendiri melanggar prosedur untuk kepentingan kelompok, justru disebut manuver strategis. Ini standar ganda,” ucapnya.

 

Ia menyebut, jika PPP ingin kembali menjadi partai besar, maka diperlukan pemimpin yang konsisten dan menjunjung tinggi integritas, bukan mereka yang mengubah prinsip sesuai arah angin politik.

 

Arbi mengingatkan publik soal sejarah pelanggaran AD/ART yang dinilainya sangat serius, dan kemana Arwani Thomafi saat itu ?

 

Salah satunya adalah saat mantan Ketum PPP Romahurmuziy ditetapkan sebagai tersangka dan kemudian digantikan oleh Suharso Monoarfa. Proses pergantian tersebut menurutnya tidak melalui mekanisme yang sah dan melanggar AD/ART.

 

“Silakan buka pasalnya, di mana aturan yang memperbolehkan ketua Majlis Pertimbangan Partai boleh mengganti ketua umum yang berhalangan tetap. Ini adalah pelanggaran konstitusi terbesar dalam sejarah PPP, tapi saat itu justru didiamkan oleh Sekjen Arwani,” ujar Arbi.

 

Begitu juga soal tanda tangan wakil sekjen, waktu Rommy menjabat Wakil Sekjen ada beberapa SK DPW di Tanda Tangani nya, bukan Irgan Chaerul Mahfiz yang merupakan SEKJEN DPP saat itu, termasuk SK DPW Sulsel pak Amir Uskara sebagai ketua DPW.

 

Ia juga menyoroti peristiwa Musyawarah Wilayah (Muswil) PPP Bengkulu tahun 2021 yang seharusnya batal karena tidak memenuhi kuorum. Dari total 20 peserta, hanya 9 orang yang hadir. Padahal menurut Juklak-Juknis yang dikeluarkan oleh Ermalena, Qayyum, dan Arwani sendiri, Muswil baru sah jika dihadiri minimal 70% peserta atau setidaknya 14 orang.

 

“Muswil itu seharusnya tidak sah. Tapi anehnya, tetap keluar Surat Keputusan (SK), dan lagi-lagi, yang tandatangan Sekjennya adalah Arwani. Ini kan ironi,” tegasnya.

 

Tak hanya di Bengkulu, Arbi juga membongkar pelanggaran serupa di wilayahnya sendiri, Riau. Dalam proses penetapan Syamsurizal sebagai Ketua DPW PPP Riau, hanya satu dari dua belas DPC yang memberikan dukungan. Sebanyak sebelas DPC justru mendukung calon lain. Meski demikian, DPP tetap mengeluarkan SK yang mengukuhkan Syamsurizal,

“Pandangan umum dari lima DPC dihentikan sepihak dan tidak dilanjutkan. Padahal proses musyawarah belum selesai. Tapi hasilnya sudah dikunci, dan lagi-lagi SK keluar. Sekjennya siapa? Ya, Arwani lagi,” ungkap Arbi.

 

Dengan nada tajam dan penuh sindiran, Arbi mengajak kader PPP yang ingin memahami bagaimana cara “melanggar AD/ART secara sistematis” untuk belajar dari Arwani. “Kalau mau tahu caranya melanggar AD/ART tapi tetap seolah legal, belajarlah ke Arwani. Dia ahlinya,” ucap Arbi sarkastik.

 

Arbi menegaskan bahwa kritiknya bukan personal, melainkan panggilan untuk membenahi kembali moral politik dan tata kelola partai.

Previous articleBatuud Koramil 10/Plg Hadiri Pembukaan Turnamen Futsal Kapolsek Cup dalam Rangka HUT Bhayangkara ke-79