Indragiri Hilir,– Masyarakat dari empat desa di Kecamatan Gaung Anak Serka (GAS), Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), Provinsi Riau, mendesak pemerintah segera melakukan normalisasi terhadap Sungai Anak Serka yang semakin hari kian mengalami pendangkalan dan penyempitan. Sungai yang menjadi jalur utama transportasi masyarakat itu kini nyaris tidak dapat dilalui, terutama saat musim kemarau.

 

Menyikapi keluhan tersebut, Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Indragiri Hilir, Siska Oktavia dari Fraksi Partai Demokrat yang duduk di Komisi II, menyatakan akan menindaklanjuti persoalan ini dengan segera.

 

“Saya memahami keluhan masyarakat. Sungai Anak Serka ini bukan sekadar jalur air, tetapi merupakan urat nadi kehidupan bagi warga di empat desa tersebut. Kami dari Komisi II DPRD Inhil akan turun langsung ke lapangan dalam waktu dekat untuk meninjau kondisi aktual dan mencarikan solusi konkret bersama pemerintah daerah,” kata Siska, kepada awak media, Sabtu (28/6/2025).

 

Siska yang dikenal ramah dan aktif menjalin komunikasi dengan masyarakat menyebut, masalah pendangkalan sungai bukan hal sepele, karena menyangkut akses ekonomi dan layanan kesehatan bagi ribuan warga.

 

Sungai Anak Serka digunakan warga Desa Rambaian, Kelurahan Sungai Empat, Desa Idaman, dan Desa Kelumpang sebagai satu-satunya jalur transportasi untuk mengangkut hasil kebun seperti kelapa rakyat, kelapa sawit, hingga komoditas sayur-mayur ke pasar di tingkat kecamatan maupun kabupaten.

 

Tak hanya itu, sungai ini juga berperan vital dalam kondisi darurat. Misalnya, saat warga sakit atau ibu hamil yang harus dirujuk ke puskesmas atau rumah sakit, akses tercepat adalah melalui jalur sungai.

 

“Sudah lebih dari 10 tahun sungai ini dangkal dan tidak pernah dinormalisasi. Airnya kian surut dan penuh dengan sampah pohon nipah serta rumput liar. Kalau tidak musim hujan, kadang perahu tersangkut. Kami terpaksa gotong royong bersihkan, tapi itu tidak cukup,” ungkap Hasbi, Kepala Desa Rambaian.

 

“Kalau ini tidak segera diatasi, bukan cuma ekonomi warga yang terganggu, tetapi nyawa bisa jadi taruhannya,” tambahnya tegas.

 

Senada dengan Hasbi, Kepala Desa Idaman, Risno, dan Kepala Desa Kelumpang, Bambang, juga mengungkapkan keresahan yang sama. Mereka menilai kondisi sungai saat ini sudah masuk kategori darurat.

 

“Kami dari masyarakat hanya bisa membersihkan secara manual. Tapi pendangkalan seperti ini butuh alat berat, butuh anggaran. Kami berharap Pemkab Inhil dan juga Pemprov Riau menaruh perhatian lebih,” kata Risno.

 

“Kalau sungai ini tidak segera dinormalisasi, jalur ini bisa buntu total. Padahal ini satu-satunya jalan kami,” ujar Bambang.

 

Keduanya berharap aspirasi yang mereka suarakan bisa menjadi perhatian serius DPRD Inhil dan instansi teknis seperti Dinas Pekerjaan Umum atau Dinas Lingkungan Hidup.

 

Sebagai mitra kerja pemerintah di bidang infrastruktur dan pembangunan daerah, Komisi II DPRD Inhil menegaskan akan membawa aspirasi ini ke pembahasan rapat lintas komisi dan dengan dinas terkait.

 

“Persoalan ini akan kami sampaikan secara formal dalam rapat kerja DPRD. Kalau memungkinkan, kami dorong segera masuk dalam perencanaan program prioritas. Bila perlu, kami juga akan mengusulkan pembentukan tim terpadu lintas dinas untuk penanganan cepat,” tambah Siska.

 

Dirinya juga membuka ruang aspirasi bagi masyarakat desa lain yang mengalami permasalahan serupa. “Kami dari Fraksi Demokrat akan selalu bersama masyarakat,” tutupnya.

 

Pendangkalan sungai bukanlah fenomena baru di wilayah pesisir Inhil. Kondisi geografis yang didominasi rawa dan hutan nipah menjadikan sungai-sungai di daerah ini sangat rentan tertutup sedimentasi dan sampah organik.

 

Selain faktor alam, kurangnya program normalisasi rutin dari pemerintah menjadi penyebab utama terganggunya mobilitas masyarakat.

 

Jika tidak segera ditangani, persoalan ini bukan hanya berdampak pada ekonomi lokal, tetapi juga menyumbang pada masalah sosial dan ketimpangan pembangunan antarwilayah.

Previous articleKoar-Koar Soal Aturan, Arwani Disindir Arbi: Dulu Pelanggar AD/ART, Kini Bicara Penegakan?