Home Featured Bripka Seladi pilih memulung sampah ketimbang jadi polisi curang

Bripka Seladi pilih memulung sampah ketimbang jadi polisi curang

0
Bripka Seladi pilih memulung sampah ketimbang jadi polisi curang

[vc_row][vc_column][vc_column_text]Kundur News.

Kejujuran dan kerja keras adalah sebuah pilihan yang harus dipertahankan. Siapa pun dan di manapun, orang bisa melakukannya, tergantung masing-masing. Bripka Seladi, salah satu pribadi yang memegang erat pendapat itu, kendati semuanya tidak mudah dilakukannya.

“Dunia hanya menyediakan dua pilihan kok, jujur dan tidak jujur. Malas atau kerja keras, baik atau buruk, semua berpasang-pasang, tergantung kitanya saja,” kata Seladi, di gudang sampahnya di Jalan Dr Wahidin, Kecamatan Klojen, Kota Malang, Kamis (18/5).

Seladi (57), sehari-hari bertugas di Satuan Lalu Lintas Polres Kota Malang. Setiap pagi berkantor di Satpas Polresta Malang menguji masyarakat yang mengurus SIM.

Di sela waktunya, Seladi memanfaatkan memulung untuk penghasilan tambahan. Setiap pulang kantor, sekitar pukul 16.00 WIB, langsung menuju tempat pengumpulan sampahnya.

Kata Seladi, kerja bisa di mana saja termasuk pilihannya menjadi seorang pemulung. Banyak orang yang tidak percaya, kalau ada polisi yang kerja sampingannya menjadi pemulung.

“Ada orang yang tanya, ‘Sampeyan ini bagian SIM kan? Saya balik tanya, apa kalau bagian SIM itu banyak uangnya?,” katanya.

Awalnya banyak orang yang tidak percaya kalau Seladi seorang polisi. Saat awal-awal jual hasil memulung, pembelinya juga tidak tahu.

“Awalnya tidak tahu. ‘Bapak ini kan yang jual sampah ke saya’. Itu awal, saat masih jual rosokan di Kacuk. Sekarang sudah banyak yang tahu,” tambahnya.

Selama 16 tahun di bagian SIM, Seladi mengaku belum pernah menerima bayaran dari orang yang diuji. Dia mengaku lebih senang mengajari para pencari SIM, agar bersungguh dan lulus.

“Mereka inginnya cepat-cepat lulus, padahal parkir saja tidak bisa, tetapi pingin lulus. Saya uji biar benar-benar bisa sampai lulus. Saya ajari, kasih contoh dan biayanya murah, cuma Rp 120 ribu. Saya bantu, tidak ada saya terima dari mereka karena bantuan itu,” katanya.

Seladi berusaha mensyukuri dengan kondisi hidup yang dijalaninya. Dia tidak pernah mengeluh dan merasa cukup dengan gaji sebagai seorang anggota polisi.

Pekerjaan sebagai pemulung dilakukan hanya sebagai sampingan untuk tambahan pendapatan. Karena memang banyak kewajiban yang harus diselesaikan. Sementara datangnya rezeki dari ketekunan mengumpulkan sampah.

“Dikasih orang itu tidak enak. Dikasih kopi saja di warung orangnya masih cerita ke mana-mana, ya kan,” tandas Seladi.

Sumber : Merdeka

[/vc_column_text][/vc_column][/vc_row]