Natuna, Kundurnews.co.id – Pembangunan di Kabupaten Natuna tahun 2025 kembali diselimuti persoalan serius.
Pasalnya Material tambang yang digunakan untuk sejumlah proyek pemerintah daerah diduga berasal dari galian C tanpa izin resmi dan tanpa analisis dampak lingkungan
Situasi ini menuai perhatian serius dari aparat penegak hukum.
Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri Natuna, Tulus Yunus Abdi, SH., MH., saat dikonfirmasi jumat (26/9/25) menegaskan bahwa pembangunan tidak boleh keluar dari koridor hukum.
“Pada intinya kita harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Terkait isu yang berkembang saat ini, kami sudah mengumpulkan informasi dan akan melakukan klarifikasi ke pihak-pihak terkait berkenaan dengan galian C,” ujar Tulus.
Sebelumnya, dikutip dari Harianmetropolitan.co.id, Dinas ESDM Kepri menegaskan bahwa berdasarkan Keputusan Menteri ESDM No. 111.K/MB.01/MEM.B/2022, Natuna belum memiliki Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Dengan demikian, seluruh aktivitas galian C yang berlangsung saat ini berstatus ilegal.
Sebagai jalan keluar, ESDM menawarkan opsi Surat Izin Penambangan Batuan (SIPB), yang dapat diajukan oleh BUMD, koperasi, atau pihak swasta. Luas maksimal yang bisa diajukan adalah 50 hektare dengan masa berlaku tiga tahun. Namun, proses perizinan minimal memakan waktu tiga bulan, sedangkan proyek-proyek pemerintah daerah telah lebih dahulu berjalan.
Isu ini juga mendapat sorotan nasional. Juru Bicara KPK, Budi Prasetya, menegaskan bahwa seluruh pasokan material untuk proyek negara wajib memiliki legalitas. “Pemerintah daerah tidak boleh berkompromi dengan regulasi. Jika dipaksakan, konsekuensinya bisa berimplikasi hukum dan menyeret pejabat terkait ke ranah pidana,” tegasnya.
Peringatan keras dari Kejari Natuna dan penegasan KPK menempatkan Pemda Natuna dalam sorotan publik. Pembangunan yang seharusnya membawa manfaat, kini berpotensi menjadi pintu masuk masalah hukum bila terus dijalankan tanpa dasar legalitas yang sah.