Indragiri Hulu, — Seorang perempuan lanjut usia berinisial S (71), warga Desa Aur Cina, Kecamatan Batang Cenaku, Kabupaten Indragiri Hulu, Riau, kini tengah berjuang mencari keadilan atas tanah warisan peninggalan orang tuanya yang diduga beralih kepemilikan tanpa sepengetahuan dan persetujuannya.

 

Tanah seluas 12.075 meter persegi tersebut merupakan peninggalan almarhum orang tuanya, MIB, dengan Sertifikat Hak Milik (SHM). Namun, tanpa sepengetahuan keluarga, tanah itu kini berubah status menjadi Hak Guna Bangunan (HGB) dan telah berdiri di atasnya bangunan yayasan pendidikan dan sejumlah bangunan pribadi.

 

Menurut penuturan korban, perubahan status tanah itu diduga dilakukan dengan cara memalsukan surat kuasa pengambilan sertifikat yang mengatasnamakan dirinya. Lebih tragis lagi, dugaan pemalsuan itu dilakukan oleh saudara tirinya sendiri.

 

Ditemui di kediamannya yang sederhana, S menceritakan kisah pilu yang menimpanya. Dengan suara bergetar, ia mengaku tidak menyangka tanah peninggalan orang tuanya bisa berpindah tangan tanpa sepengetahuannya.

 

“Saya dizalimi… Saya tidak dapat apa-apa,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.

“Saya tidak pandai baca tulis, pendengaran dan penglihatan saya pun sudah lemah. Uzur saya ini dimanfaatkan oleh saudara tiri saya,” sambungnya lirih.

 

S mengaku pernah dijemput oleh saudara tirinya tanpa ditemani siapa pun dari keluarganya. Ia hanya diberitahu akan diajak untuk “mengurus pajak”. Namun, belakangan diketahui bahwa ia diminta menandatangani sejumlah dokumen yang tidak ia pahami.

 

“Waktu itu saya tidak tahu apa yang saya tanda tangani. Katanya untuk pajak, padahal saya tidak pernah diberi tahu apa-apa,” kata S.

 

Kasus ini mulai terungkap pada 20 Juni 2025 sekitar pukul 10.00 WIB. Saat itu, salah satu terduga pelaku berinisial M mendatangi rumah korban untuk kembali meminta tanda tangan.

Beruntung, salah satu anak korban berinisial HA sedang berada di rumah dan memergoki kejadian tersebut.

 

Melihat ibunya hendak diminta tanda tangan, HA segera menghampiri dan memeriksa dokumen yang dibawa oleh M. Setelah membaca isi dokumen, HA langsung menyarankan agar ibunya tidak menandatangani apa pun tanpa didampingi anak-anaknya.

 

“Anak-anak korban sebelumnya memang sudah berpesan agar ibu tidak menandatangani dokumen apa pun jika tidak ada yang mendampingi, karena kondisi beliau yang sudah sepuh dan tidak bisa membaca,” ujar kuasa hukum keluarga S kepada wartawan.

 

Namun, sikap waspada itu justru membuat M diduga marah dan menegaskan bahwa urusan tersebut “tidak ada hubungannya dengan anak korban”.

 

Beberapa hari kemudian, pada 27 Juni 2025 sekitar pukul 10.24 WIB, dua anak korban, A dan HA, mendatangi rumah salah satu terduga pelaku lainnya berinisial L. Mereka menanyakan alasan mengapa ibu mereka terus-menerus diminta menandatangani dokumen.

 

Dalam pertemuan tersebut, L mengakui bahwa dokumen yang diminta adalah surat kuasa yang memberi wewenang penuh kepada penerima kuasa untuk mengurus, menandatangani, dan mengambil sertifikat tanah milik S dan keluarganya.

 

Isi surat kuasa itu sangat luas, mencakup kewenangan untuk bertindak atas nama pemberi kuasa dalam segala hal yang berkaitan dengan sertifikat Hak Milik, Hak Guna Bangunan, Hak Guna Usaha, dan Hak Pakai.

 

Kecurigaan semakin menguat ketika A menemukan adanya sejumlah berkas tanah milik almarhum MIB yang telah berubah status dan nama tanpa pemberitahuan kepada keluarga. Dari situ, mulai muncul dugaan kuat bahwa surat kuasa yang digunakan adalah hasil pemalsuan.

 

“Pelan tapi pasti, kebenaran mulai terkuak. Kami menemukan adanya bukti-bukti bahwa tanda tangan ibu kami dan dokumen tanah telah disalahgunakan,” kata A saat ditemui.

“Kami hanya ingin keadilan, agar hak orang tua kami dikembalikan,” lanjutnya.

 

Pihak keluarga kini telah menunjuk kuasa hukum untuk mendampingi dan menyiapkan langkah hukum atas dugaan pemalsuan dan penggelapan hak atas tanah tersebut.

 

Kuasa hukum pelapor dalam perkara yang saat ini tengah bergulir di kepolisian menegaskan bahwa langkah pihaknya membawa kasus tersebut ke ranah media bukan tanpa alasan. Menurutnya, tujuan utama publikasi ini adalah agar perkara tersebut mendapat perhatian langsung dari Kapolda.

 

“Tujuan kita menaikkan ke media agar perkara tersebut menjadi atensi Bapak Kapolda,” ujar kuasa hukum saat dikonfirmasi.

 

Ia menambahkan bahwa laporan terkait kasus tersebut telah resmi diterima oleh pihak kepolisian pada tanggal 12 September 2025. Pihaknya berharap, dengan sorotan publik dan perhatian pimpinan kepolisian, proses penanganan laporan dapat berjalan lebih cepat dan transparan.

Previous articleSerma Sugianto Hadiri Jambore PGRI se-Kecamatan Pelangiran, Dorong Semangat Kebersamaan Guru