Proyek APBN Rp41 Miliar di Natuna Disorot, Dasar Hukum Penggunaan Pasir Proyek Jalan Nasional Dipertanyakan

Natuna, Kundurnews.co.id – Proyek peningkatan Jalan Kelarik Hulu–Segeram dengan nilai kontrak Rp41.016.018.000 yang bersumber dari APBN Tahun Anggaran 2025 terus berjalan meski menuai sorotan. Proyek ini diduga menggunakan pasir lokal, sementara hingga kini diketahui tidak terdapat izin tambang pasir maupun batu di wilayah Natuna.

Kondisi tersebut memunculkan pertanyaan serius di tengah publik: dasar hukum apa yang digunakan sehingga proyek tetap dilaksanakan, apabila material pasir yang digunakan benar berasal dari lokal tanpa izin pertambangan resmi.

Berdasarkan papan informasi proyek, pekerjaan ini berada di bawah Kementerian PUPR melalui Direktorat Jenderal Bina Marga, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Kepulauan Riau. Pelaksana proyek tercatat PT Nusantara Agung Pratama, dengan konsultan pengawas PT Astadipati Duta Harindo (KSO) bersama CV Kembang Jala, dan masa pelaksanaan selama 69 hari kalender.

Upaya konfirmasi telah dilakukan media. Muhammad Lutfi, yang disebut sebagai pengawas proyek, membenarkan dirinya melakukan pengawasan di lapangan.

“Iya,” kata Lutfi singkat saat dikonfirmasi.

Namun, ketika ditanya lebih lanjut mengenai asal pasir dan dasar hukum penggunaannya, Lutfi menyatakan dirinya tidak memiliki kewenangan memberikan penjelasan.

“Saya tidak punya wewenang untuk menjawabnya, coba konfirmasi sama Pak Sudirman,” tulis Lutfi melalui pesan WhatsApp, Senin (15/12/2025).

Sementara itu, Sudirman, yang diketahui sebagai pihak kontraktor sekaligus orang lapangan pada proyek peningkatan Jalan Kelarik Hulu–Segeram, tidak memberikan tanggapan sama sekali. Upaya konfirmasi berulang yang dilakukan media tidak mendapat respons hingga berita ini diterbitkan.

Padahal, apabila dugaan penggunaan pasir lokal tanpa izin tersebut benar, maka berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba). Dalam aturan tersebut ditegaskan bahwa setiap pengambilan material galian C seperti pasir dan batu wajib memiliki izin usaha pertambangan.

Tanpa izin resmi, aktivitas tersebut dapat dikategorikan sebagai penambangan ilegal, dengan ancaman sanksi pidana berupa hukuman penjara dan denda hingga miliaran rupiah, serta sanksi administratif seperti penghentian pekerjaan, pencabutan kontrak, pemutusan kerja sama, hingga blacklist perusahaan.

Selain itu, jika material yang digunakan dalam proyek APBN tidak sesuai ketentuan, maka berpotensi menyeret pertanggungjawaban hukum lanjutan, termasuk evaluasi terhadap fungsi pengawasan dan penggunaan anggaran negara.

Hingga kini, belum ada penjelasan resmi dari pihak kontraktor maupun konsultan pengawas terkait legalitas material pasir serta dasar hukum proyek tetap berjalan. Media masih membuka ruang klarifikasi demi penyampaian informasi yang transparan dan berimbang kepada publik.

Laporan : Mon

Previous articleBabinsa Koramil 10/Plg Perkuat Kemanunggalan TNI–Rakyat Lewat Pendampingan SDM di Pelangiran