Warga dan pihak KIP Armada Jeihan Nabila

Sawang – Alangkah mudahnya melakukan penambangan timah di Kabupaten Karimun, cukup setor uang 100 juta, sudah bisa lakukan eksploitasi. Seperti halnya Kapal Isap Produksi (KIP) Timah, Armada Jeihan Nabila, mereka mengklaim sudah mendapatkan izin dari masyarakat dalam melakukan penambangan dilaut Sawang, selain sudah mengantongi surat kesepakatan dari ketua pemuda, ketua nelayan dan RT RW setempat, pihak perusahaan itu juga mengaku sudah menyerahkan uang sebesar Rp 100.000.000,-.

“Uang sebanyak 100 juta sudah saya setorkan ke forum RT RW di rumah RW setempat, sebagai bentuk komitmen kami kepada ketua pemuda, ketua nelayan dan RT RW,” kata perwakilan KIP Armada Jeihan Nabila, Hasbi, saat menjawab pertanyaa belasan warga terkait perizinan penambangan, di KIP Armada Jeihan Nabila, Sabtu (16/10/21).

Kata Hasbi lagi, pihaknya tidak mengetahui pasti berapa besar per nelayannya yang menerima uang sebagai dana kompensasi tersebut.

“Saya tidak tahu per nelayannya terima berapa, dan saya juga tak tahu kegunaan uang itu untuk apa,” kata Hasbi.

Secara terpisah, salah satu warga pesisir, Kamsani mengatakan, jumlah yang diterima sebesar 100 juta sebagai dana pengganti sangatlah tidak memadai, karena lokasi tempat KIP melakukan penambangan merupakan tempat ikan air tawar.

“Penghasilan rata-rata kalau nelayan menjaring ikan dilaut tersebut, dapat mencapai puluhan juta, sangat tidak sebanding dengan uang kompensasi yang mereka berikan per orang hanya sekitar Rp40.000,- hingga Rp 60.000,-. Perbulan lagi. Apa artinya semua ini,” kata Kamsani.

Hal serupa juga disampaikan Amir. Ditambahkannya, dalih perusahaan sudah melakukan sosialisasi hanyalah kedok untuk memuluskan rencana penambangan.

“Kita tak tau, bisa saja mereka lakukan sosialisasi kepada segelintir orang, untuk mempermudah agar usahanya berjalan mulus,” kata Amir.

Warga lainnya, Apau, juga mengatakan. Pemerintah daerah harus memikirkan terhadap puluhan kapal jarring kurau, dimana ada puluhan orang yang bergantungan hidup dilaut Sawang.

“Kalau wilayah laut diganggu, lantas mereka tidak bekerja, pemerintah daerah bisa untuk bertanggung jawab. Beri sembako covid aja nafasnya mengap,” tutup Apau.*

Previous articleKembali Masuk Ke Laut Sawang, Belasan Warga Pesisir Nekat Naik ke KIP Mitra Timah
Next articleDanlanal Tarempa Laksanakan Komunikasi Sosial (Komsos) dengan Masyarakat Desa Temburun